Namanya At. Dia teman sekelasku. Bersama tiga orang
temannya yang hanya itu-itu saja, dia selalu mengisi bangku barisan belakang.
Orangnya tidak bisa dikatakan pendiam. Karena ketika di kelas, terkadang dia
suka menimpali dosen yang sedang memberi materi dengan candaan yang tidak bisa
dibilang lucu, namun tidak garing juga. Perawakannya kurus, tinggi, sawo
matang, dan yang paling menjadi khasnya adalah rambutnya yang tidak bisa
dibilang gondrong, tapi menutupi mata seperti gorden. Wajahnya tirus, ada lesung
pipit yang tidak bisa dibilang manis. Sepertinya dia juga pecandu berat rokok dan
kopi. Iya, khas lelaki.
Namanya At. Untuk masalah kuliah dia selalu rajin mengisi
presensi. Walaupun ketika dikelas dia hanya tidur. Dia tak pernah telat
mengumpulkan tugas, walaupun tugasnya hanya asal kopas dari internet tanpa ada
edit atau revisi ulang. Tapi yang mengejutkan, ternyata tulisan tangannya
rapih.
Namanya At. Suaranya seperti campuran antara berat dan
serak. Bersama tiga orang temannya yang tak pernah berganti-ganti itu dia
sering bernyanyi lagu dangdut dengan diiringi musik dari telpon genggam merk
cina yang sedang banyak muncul di televisi. Sepertinya dia pintar bermain
gitar. Karena ketika bernyanyi itu, dia sering memeragakan seperti orang yang
sedang memetik gitar.
Namanya At. Hanya At saja. Tidak ada nama kepanjangan dan
bukan juga singkatan. Kata bapaknya, namanya itu memang hanya nama asal-asalan
tanpa arti dan tanpa makna. Karena pada waktu At lahir, bapaknya sedang
mengingat-ingat nama artis cantik di film yang sedang tenar waktu itu. Bapaknya
hanya mampu mengingat nama artis itu sebatas At nya saja. Karena kesal belum
mampu mengingat nama artis itu, jadilah At diberikan untuk nama sang anak
lelakinya. Dan ketika At berumur enam tahun, bapaknya baru mengetahui nama
artis cantik itu. Cintami Atmanegara katanya.
Namanya At. Dia anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya
perempuan. Hanya berjarak satu tahun dengannya. Tapi dibanding adiknya, dia
lebih sayang pada vespanya. Pernah katanya, dia meninggalkan adiknya ditengah
jalan hanya karena kakinya menggores body vespanya. Agak keterlaluan memang.
Tapi ya mungkin itu bukti kecintaannya pada motor jadul yang dimilikinya dari
dia duduk dibangku sekolah menengah pertama. Katanya lagi, vespa itu didapatnya
karena dia puasa satu bulan penuh, rajin tarawih dimasjid dan khatam mengaji
qur’an selama bulan ramadhan. Menurutnya itulah pengorabanan hebat yang dia
lakukan. Sehingga bapaknya mengahadiahinya motor vespa yang dibeli secara
kredit dari teman bapaknya dikantor.
Namanya At. Dari aroma tubuhnya aku tahu dia jarang mandi
sore. Sepertinya dia juga hobi begadang. Karena kalau kelas pagi, pasti dia tak
pernah absen untuk tidur. Cara bicaranya cepat, dan masih kental dengan logat
sunda. Dia juga rajin. Karena walaupun bajunya seperti hanya itu-itu saja, tapi
aku melihat bekas garis setrikaan ditiap kaos atau kemeja yang digunakan untuk
kekampus.
Namanya At. Katanya dia dulu anak yang nakal. Dan
sekarang sedang mencoba menjadi anak baik. Katanya lagi, dulu rambutnya pernah
benar-benar gondrong dan pernah punya band metal sewaktu SMA. walaupun begitu
At sangat sayang pada ibunya. Pernah suatu hari dia mewakili kelas kami untuk
bertanding bulu tangkis. Dia mewakili dalam cabang perorangan putra. At membawa
satu tas berisi seperangkat raket dari rumahnya. tas itu berisi tiga raket.
Satu dipakai oleh At.
Dan yang dua lagi di pakai teman-temannya yang bermain
dicabang ganda putra. Ketika salah satu temannya mengambil raket dari dalam tas
At, temannya itu menemukan ciput atau dalamam kerudung perempuan di dalam tas
itu. At langsung menyuruh temannya tadi untuk meletakkan ciput itu kembali ke dalam tasnya. Katanya
itu milik ibunya. Ternyata seperangkat tas raket itu semua milik ibunya. Dan
dia diamanahkan untuk menjaga raket itu baik-baik. Dan ketika si ibu memintanya
untuk memotong rambunya sedikit saja, At mematuhinya. Dia benar-benar pernah
memotong rambutnya sampai seperti lelaki normal pada umunya walaupun setelah
itu rambutnya dibiarkan panjang sampai menutup mata lagi.
Namanya At. Untuk soal cinta, sepertinya dia agak acuh
untuk itu. Katanya, sewaktu SMA dia pernah punya seorang pacar. Gadis cantik
berkerudung asal Palembang yang merantau ke Tasikmalaya untuk menuntut ilmu.
Gadis itu satu SMA dengannya. Dari ceritanya dia sepertinya setia. Selama dua
tahun sejak kelas dua SMA dia tak pernah sekalipun berpaling dari si gadis
Palembang itu. Sampai akhirnya kelulusan yang memisahkan mereka. Si gadis
Palembang itu harus pulang kembali ke rumahnya di Palembang dan meneruskan
study disana. Tinggalah At yang merana putus cinta di Tasikmalaya dan
membuatnya enggan bercinta. Ah, klasik sekali.
Namanya At. Dari sisi religius, dia orangnya cukup
mengerti tentang hukum-hukum dalam islam. Haram, halal, sunnah, wajib, mubah,
makruh dan sebagainya dia hapal diluar kepala. Dia paham sekali tentang itu. Karena ternyata
sewaktu SMA dia sekolah sambil nyantri di salah satu pesantren modern di Tasik.
Walaupun nyantrinya nyantri gadungan karena punya band metal. Tapi ketika ada
hafalan surat-surat pendek, dia denga percaya diri maju dan langsung hafal
sampai batas surat Al A’la. Mungkin dalam praktiknya saja dia kurang. Buktinya
saat adzan dhuhur dia masih asyik ngobrol kesana kesini dengan teman-teman yang
bisa dibilang satu gengnya itu sampai ke adzan ashar.
Namanya At. Dan nama ku As. Tadinya kami tak saling
kenal. Tapi karena teman sekelas kami saling tahu. Aku seperti bisa mengetahui semua tentang At.
Aku sendiri heran kenapa bisa begitu. Namaku dan namanya saling berurutan di
presensi. As dan At. Mungkin karena sebab itu.
Namanya At. Dan namaku As. Kami teman biasa selayaknya
teman sekelas. Ngobrol sepentingnya dan basa-basi sekenanya. Saling melempar
senyum. Saling bertegur sapa. Hanya biasa. Yang lumrah-lumrah saja. Seperti
pagi ini, kami tak sengaja naik angkutan umum yang sama menuju kampus. Sepertinya
vespa antiknya sedang sakit. At menyapa aku terlebih dahulu, menanyakan tugas
Fiqih yang harus dikumpul pagi ini. Hanya basa-basi sepertinya. Karena setelah
itu kami sama-sama diam, berjalan beriringan sampai ke depan kelas.
Namanya At. Dan namaku As. Pernah juga waktu itu aku
diboncenginya naik vespa kesayangannya. Waktu itu kami kuliah sampai sore hari.
Aku sedang menunggu angkutan umum yang biasa lewat didepan kampus. At berlalu melewatiku dengan vespanya. Tapi
tak lama kemudian, dia menghampiriku dan menawariku tumpangan. Karena memang
hari sudah mulai gelap akupun naik. Selama perjalanan kami tidak banyak bicara.
Hanya terdengar suara vespanya yang terbatuk-batuk seperti agak keberatan untuk
menaiki tanjakan kearah rumahku. Dengan nada bercanda yang tidak lucu At
berkata bahwa suara itu tanda kalau vespanya mau take off untuk terbang dan menyuruhku
untuk berpegangan padanya. Aduh, gombal sekali..
Namanya At. Dan namaku As. Ternyata kami mempunyai hobi
sama. Yaitu mendengarkan lagu-lagu lama dari bang Iwan Fals. Tadinya aku kira
selera musiknya hanya sampai pada dangdut-dangdut bang haji saja. Dari situ
kami berdua sering berduet maut menyanyikan lagu-laga balada bang Iwan.
Namanya At. Dan namaku As. Awalnya entah darimana, kami
saling sering bertukar pesan singkat. Tiada hari terlewat tanpa pesan singkat
dari At di telepon genggamku. Kami membahas hal-hal kecil yang tidak lucu.
Membahas dosen yang sering memberi tugas-tugas terkutuk yang membuat kutu-kutu
dirambut berlarian keluar karena kulit kepala kami yang panas ngebul. Membicarakan
keadaan rumah masing-masing. Pernah suatu hari dia bercerita tentang
kegiatannya dirumah yang hanya diisi dengan tidur, makan, berselancar di dunia
maya dan memandikani vespanya. Dia mengaku kalau dirumah jarang bergaul dengan
teman-teman sebaya dilingkungannya. Karena kebanyakan teman-teman dirumahnya anak-anak
nakal. Dan itu membuat dia takut terpengaruh hal negativ dari teman-temannya.
Dan aku balik menceritakan kegiatan dirumahku yang hanya monoton itu-itu saja
yaitu lebih banyak membantu pekerjaan ayahku.
Namanya At. Dan namaku As. Intensitas bertukar pesan
singakat kami semakin sering. Bisa dibilang semakin intim. Kami membicarakan
banyak hal terutama menceritakan diri masing-masing. Tapi anehnya, ketika kami
bertemu langsung dikelas kami saling diam. Saling tidak berani memandang.
Saling acuh seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Beberapa kali aku mencoba
membahas hal ini di dalam obrolan kami lewat baris-baris kata. Tapi dia
berhasil mengelak dan mengalihkan pembicaraan. Sehingga aku tak bisa lagi
bertanya tentang ini tiu yang mengganggu pikiranku dan mengikuti alur
pembicaraannya.
Namanya At. Dan namaku As. Bagi orang-orang kami teman
biasa. hanya teman sekelas biasa. teman sekelas yang hanya sekedarnya saja.
Teman sekelas yang tidak masuk hitungan teman satu gengnya yang hanya bertiga
itu saja. Tapi di balik itu, dia adalah At-ku. Dan aku adalah As-nya. Kami
lelaki yang saling mengerti keluh satu sama lain. Saling memahami kesusahan
satu dan yang lain. Kami tidak nampak, tapi kami saling memiliki. Kami seperti
punya janji untuk saling berpeluk dalam kata ditiap malamnya. Kami simpan rapih
semuanya dan tak kami hiaraukan ujungnya. At dan As, aduh perih....